Saturday, October 20, 2012

kisah pak sopir taksi yang budiman

Mau tahu seluk beluk Jakarta? Tanyakan kepada pak Sopir taksi yang budiman.

Suatu sore di hari Jumat saya harus pergi untuk meliput satu acara di sebuah mal terkemuka di Senayan. Dalam benak ini, sudah terbayang jalanan yang supermacet. Karena perjalanan dari Pasar Minggu hingga Senayan harus melewati beberapa ruas jalan besar yang dipenuhi ratusan mobil hingga motor. Atas alasan ini, earphone dan handphone berisi lagu-lagu favorit wajib dibawa. Simply saya tidak ingin bete.

Perlu diketahui, bagi orang yang tinggal di Jakarta yang pengguna jalan raya, hari Jumat sore lebih terasa seperti ketiban musibah ketimbang berkah. Bagaimana tidak? Berkendara dengan jarak 3 km yang hanya ditempuh selama 10 menit bisa menjadi 60 menit. Tiba-tiba saja ratusan mobil berbaris rapi tak berdaya, bergerak sedikit-sedikit. Sedan maupun jip mewah sama nasibnya dengan bus-bus. Kekuatan kendaraan bermotor untuk berlari kencang tak bisa dirasakan di kota Jakarta Raya ini di hari itu. Ratusan motor mengalir bagai air, merembes ke satu sisi ke sisi lain dengan lincahnya tapi bisa membuat hati pejalan kaki maupun pengendara mobil menjadi pilu.

Keadaan ini sangat berbeda dengan yang dialami oleh orang-orang yang tinggal di kampung halaman saya, Pekalongan. Bagi mereka Jumat adalah hari libur yang penuh berkah. Bahkan nenek saya pernah bercerita di kota Batik ada kisah seorang penarik becak yang tidak memunguti bayaran dari orang yang ditumpanginya setiap hari Jumat. Bayangkan. Penarik becak. Bukan pejabat, pengacara maupun dokter. Alasannya, ia hanya ingin mendapat berkah yang luar biasa dari Allah di hari yang spesial bagi umat Islam.

Kembali ke Jakarta. Tepatnya di jalan Gatot Subroto, dimana lalu lintas sedang berhenti...ti. Saya memutuskan untuk tidak menelusuri perasaan kesal. Because my happiness is my responsibility. Jadi, lebih baik menikmati sesuatu yang lebih menyenangkan ketimbang mengutuk keadaan.

Ketika tangan ini hendak memasang earphone ke lubang telinga, pak Sopir tiba-tiba menegur. Batin ini sempat kesal. Saya sedang tidak mood mendengar ocehannya. Namun, apa daya, sepertinya pak Sopir butuh teman untuk mendengarkan kisahnya.

Baiklah. Diri ini akhirnya mengurungkan niat untuk mendengarkan lagu-lagu favorit dan memasang telinga untuk mendengarnya.

Kisah pertamanya adalah perasaan leganya akan keberadaan tubuh ini yang duduk di jok belakang. Katanya, saya ini penglaris. Baru sore ini ada penumpang di mobil yang dikendarainya setelah mondar-mandir se-Jakarta Selatan sejak siang.

Kisah kedua. Pak Sopir pernah ditumpangi seorang perempuan yang berbaju daster. Menurutnya, sepertinya perempuan itu tengah "depresi." Perempuan itu bercerita ngalor ngidul. Sesampainya di tempat yang diinginkan, perempuan itu tidak membayar pak Sopir sepeser pun. Namun, pak Sopir tidak mempermasalahkannya. Ia yakin bahwa Yang Mahakuasa telah mengatur rezki untuknya. Apabila ia harus berhadapan dengan perempuan "depresi" ataupun manusia "depresi" lainnya, ia bersikap ikhlas untuk tidak dibayar.

Kisah ketiga. Tangan pak Sopir tiba-tiba merogoh saku kemeja seragamnya. Ia lalu menunjukkan beberapa uang receh lima ratusan. Ia menjelaskan betapa uang receh ini bisa menjadi penyelamat di jalan-jalan ibukota maupun akhirat. Hanya dengan memberikan satu uang receh kepada pak ogah di setiap pertigaan maupun di putaran jalan, jalan yang tadinya sulit ditembus mendadak luas untuk dilewati. Karena memang pak ogah itulah yang berani memberhentikan mobil-mobil maupun motor-motor yang lalu lalang dengan cepatnya atau bahkan ketika dalam keadaan berhenti karena macet, demi kendaraan yang kita kendarai bisa melewati putaran maupun belokan di jalan. Pak Sopir juga mengingatkan apabila kita mengikhlaskan uang receh tersebut, rezki yang didapat adalah berpuluh kali lipatnya.

Akhirnya tubuh ini sampai juga di Senayan. Dan selama hampir 180 menit saya mendengarkan wejangan dari pak Sopir yang budiman. Yaitu wejangan yang telah menampar batin ini untuk bisa ikhlas sepertinya.


------------------------

kisah di atas itu betul adanya. saya sendiri heran terkadang mendapat keberuntungan dengan naik taksi dengan sopir yang bisa mendakwah. well, sebenarnya mungkin ia tidak berniat mendakwah. hanya ingin berbagi cerita. tapi tak disangka, saya belajar banyak darinya. saya berkesimpulan, belajar ikhlas, pasrah dan tabah tidak dari guru spiritual, tapi justru dari manusia-manusia yang tidak sengaja saya temui, tapi sengaja dipertemukan oleh-Nya.

bertemu jodoh

Suatu hari saya pernah diminta seorang narasumber untuk bertemu dengannya di stasiun TV di daerah Kedoya, Jakarta Barat. Suatu perminta...

© the mind reads, the heart speaks
Maira Gall