Saturday, December 17, 2011

serba cepat itu (belum tentu) tepat

mungkin Anda adalah salah satu saksi masa transisi dunia yang terjadi saat ini.

ingatkah dulu kita hanya terpuaskan menonton acara dari satu saluran televisi? untuk menelepon seseorang ketika kita di luar rumah harus mencari telepon boks? mengabadikan momen kebersamaan dengan kamera berfilm gulungan? mengetik dengan mesin tik? menulis surat cinta kepada kekasih di negeri nun jauh di sana yang kemungkinan untuk sampai di tangannya sama besarnya dengan kemungkinan tidak sampai? last but not least, sarapan dengan makanan khas daerah asal seperti nasi uduk, bubur kacang hijau, ubi rebus atau singkong goreng?

sekarang zaman telah berubah. di era modernisasi dan globalisasi saat ini, segalanya memang harus (atau wajib?) berjalan cepat. kita pun dituntut berlagak seperti sprinter di perlombaan marathon. yang masih berpaham alon-alon asal kelakon (biar lambat asal selamat) akan tertinggal jauh di belakang. berpikir cepat, melangkah cepat, dan bertindak cepat. itu sepertinya merupakan hal yang tepat.

demi persepsi tersebut lantas orang mendewakan teknologi baru yang menawarkan 3 in 1, yakni kegunaan, kecepatan, dan ketepatan.

lihat saja sekarang di televisi. ingin melihat dan mendengarkan musik ada di saluran A, film kartun anak-anak di saluran B, informasi tentang dunia terkini di saluran C, dan lainnya. tombol remote tinggal ditekan untuk memilih.

penggunaan handphone jelas jauh lebih praktis ketimbang harus mencari telepon boks. sifatnya yang portable (bisa dibawa kemana saja) dan wireless (nirkabel) menjadi keunggulannya. tidak seperti telepon boks yang harus dicari dulu. dan hebatnya lagi, dengan handphone kita tidak hanya bisa saling bersapa, tetapi juga mengabadikan momen kebersamaan tanpa harus repot menggunakan kamera, mendengarkan musik, bahkan mencari informasi melalui internet.

sedangkan kamera yang serba digital menjadi pilihan terbaik bagi penyuka penyimpan momen indah dalam hidup. tinggal jepret, lalu bisa disimpan di komputer atau laptop ataupun langsung dicetak dengan printer. hasilnya pun optimal. tidak membutuhkan larutan biru, ruang gelap, ataupun jepitan pengering.

mengetik dengan mesin tik? terbayangkan bila kita salah tulis sealinea saja, tidak bisa dihapus. harus ganti kertas. ini jelas pemborosan. menyampah pula. jauh lebih efektif dan efisien mengetik di komputer. untuk ini kita harus berterima kasih kepada Bill Gates yang telah menciptakan berbagai program untuk menulis teks, berhitung, bahkan menggambar.

email ataupun jasa Facebook menjadi sarana untuk bertukar rindu pada tak hanya kekasih tetapi juga teman. menulis surat panjang lebar tanpa dibebankan biaya jauh dan tak membutuhkan waktu lama untuk bisa dibaca oleh mereka, lebih menguntungkan dibandingkan melalui pos. serunya lagi, kita bisa bertatap muka lewat layar komputer.

yang terakhir, dari mie, pasta, sop, sampai bubur instan menjadi alternatif sarapan bagi yang super sibuk. persiapannya hanya butuh 3 menit. demi sampai ke kantor on time, sudah tentu persiapan menu sarapan pun tidak boleh memakan waktu lama. tidak merepotkan dan lezat pula. bandingkan bila harus membuat nasi uduk yang persiapannya bisa menghabiskan waktu sekitar satu jam. bayangkan. harus bangun jam berapa untuk bisa membuat nasi uduk, mempersiapkan diri untuk ke kantor, mempersiapkan anak ke sekolah, dan lainnya?

tetapi betulkah serba cepat itu tepat?

tanpa disadari, di balik penghilangan waktu, ada banyak hal berharga yang menghilang pula.

ingatkah dulu ketika kita bosan melihat acara yang ditawarkan oleh satu saluran televisi itu, kita mengalihkan kegiatan kita jauh dari layar kaca televisi untuk melakukan kegiatan yang lebih positif? sebut saja melakukan hobi ataupun memasak bersama keluarga.

ingatkah dulu dalam perjalanan mencari telepon boks, kita berjumpa dengan tetangga, lalu mengobrol sampai lupa waktu? atau rela menunggu orang lain yang sedang menelepon dengan penuh kesabaran sampai pada giliran kita?

ingatkah dulu ketika mencetak film gulungan, kita harus amat sangat berhati-hati agar film tidak terkena cahaya sehingga harus dibuka di ruang gelap? lalu mencetak dengan larutan biru dengan penuh ketelitian? lalu harus bersabar menunggu cetakan itu dikeringkan dengan penjepit?

rindukah pada bunyi cetak-cetik mesin tik yang terdengar bagai ritme musikal?

ingatkah pada debaran detak jantung yang dirasa kala kita mengira-ngira apakah kekasih sudah menerima suratnya? lalu debaran detak jantung yang dirasa kala kita mengira-ngira apakah kekasih merasakan kerinduan hati yang amat sangat yang telah tertuang dengan indahnya dengan tulisan tangan berpena biru dan tanda cium dengan cap bibir merah merekah? apakah kekasih merasakan perjuangan kita dalam menulis indah dari awal hingga penghabisan surat?

ingatkah masa ketika kita membuat nasi uduk dengan mengaduk beras dengan bumbu, merendamnya, lalu menanaknya, di benak hanya terlukis rasa bahagia yang tak terkira dari pasangan dan anak-anak untuk mencecap hasil kreasi yang sehat dan penuh cinta? cinta yang merupakan berkah bagi keluarga karena ada doa di dalamnya?

ingatkah kita pada olah rasa yang bermuara pada kesabaran dan ketelitian?

Monday, November 14, 2011

pencipta ketidaknyamanan tanpa sadar

siang itu terik sekali. angin dari alat pendingin restoran itu pun tidak terasa berdesir. kami, para pelanggan setia, rela mengantri demi kebutuhan perut yang tengah berbunyi. dan ada seorang bapak-bapak yang dengan galaknya menjawab telepon di ujung sana. saya yakin, dalam hitungan 30 detik, telepon itu akan dibantingnya.

kami hanya dengan pasrahnya mendengarkan segala unek-unek si bapak-bapak itu. alhamdulillah, telepon itu tidak dibantingnya.tetapi kami semua mengetahui masalah yang sedang dihadapi bapak-bapak itu.

saya pun bertanya-tanya apakah bapak-bapak itu marah dalam keadaan sadar? sadarkah ia masalahnya diketahui banyak orang? sadarkan ia kemarahannya mengganggu segenap pengantri?

pastinya ia tidak sadar. persis dengan perilaku kebanyakan orang yang menceritakan segala masalah yang dihadapinya dalam kotak status Facebook, yang seharusnya dipergunakan untuk melaporkan kejadian terkini dari seseorang, untuk berbagi kejadian lucu yang bisa membuat orang lain terhibur, ataupun segala sesuatu yang baik disyiarkan.

ada yang berkisah suaminya sudah lama tidak membelai rambutnya. ada pula yang berkeluh kesah tidak punya uang. ada pula yang dengan bangganya pamer membeli mobil baru.

rasanya mulut ini ingin berteriak who cares? siapa yang peduli? seharusnya masalah rumah tangga ditutup rapat-rapat. apabila ingin curhat, ceritakan pada sahabat terdekat atau psikolog kepercayaan untuk mendapatkan solusinya. seharusnya masalah keuangan segera dicarikan solusinya. seharusnya kepemilikan mobil baru disyukuri dengan memanjatkan doa pada-Nya agar mobil baru itu menjadi alat untuk mencari nafkah yang halal dan berkah. bukan menjadi bahan pamer.

orang-orang itu tak sadar bahwa ratusan pasang mata teman-temannya yang masuk dalam daftar teman situs pertemanan ini membaca apa yang ia kemukakan. orang-orang itu tak sadar telah membuat ratusan teman-temannya merasa risih.

mungkin empati itu sulit sekali dilakukan. hanya sedikit orang mau membayangkan diri berada di sepatu orang lain.saya juga dulu pernah curhat di status tersebut. dan saya melakukannya tanpa sadar. namun setelah saya melihat teman-teman melakukan hal yang serupa, perasaan yang hadir bukannya rasa iba, melainkan risih bukan kepalang.

memang sulit untuk mengendalikan amarah dan hawa nafsu lainnya. apabila marah ini ditahan, dada terasa sesak. rasanya ingin diluapkan saja. tetapi mungkin ini bisa terjadi apabila seseorang sedang sendirian. sungguh meluapkan amarah di depan anggota keluarga ataupun publik membuat ketidaknyamanan. jangan sampai diri ini dapat sebutan pencipta ketidaknyamanan tanpa sadar.

kata orang bijak, untuk bisa menahan diri agar tidak meledak, seketika ingatlah Allah. ucapkan astaghfirullah. lalu berzikir dan berzikir. insya Allah amarah itu menghilang seketika. seandainya saya bisa beritahu si bapak itu. seandainya si bapak itu bisa membaca pikiran saya.

"selamat siang, mau pesan apa, Mbak?" lamunan itu buyar. tanpa disadari saya sudah berada di antrian paling depan. dan sungguh batin ini mendadak sejuk melihat senyum mengembang dari wajah pelayan. alhamdulillah. ternyata masih ada senyum tulus di wajah manusia.





Thursday, October 20, 2011

luka jiwa yang berkelana


Kutatap wajahmu lekat-lekat. Ketika aku masih terbaring lemah di bangsal rumah sakit. Dokter memvonis diriku koma. Itu ragaku. Bukan jiwaku. Mata jiwaku melihat kedukaan itu di matamu. Air mata yang tak berhenti bercucuran, bibir yang bergetar. Kamu sangat sedih rupanya. Tapi aku tak percaya.

Kutatap wajah saudara-saudaraku, para sahabat dan teman lekat-lekat. Ketika jasadku dibaringkan di tempat persemayaman terakhir. Kalian dibalut kain hitam dan kaca mata hitam. Kudengar bisik-bisik lirih memanggil namaku. Kudengar Yasiin dilantunkan. Kudengar deru tangis. Kalian sangat sedih rupanya. Tapi aku tak percaya.
Bagaimana aku bisa percaya? Teringat aku kala tubuh dan jiwa ini menyatu di sebuah dunia fana. Kamu, suamiku, dengan dalih sudah menikah, tak pernah menggandeng tanganku bila berjalan berdampingan. Apalagi ucapkan kata cinta, tak pernah kudengar terucap dari mulutmu. Padahal dulu pada masa perjuangan merebut hati, kamu hujani aku dengan kata itu sampai jiwa ini tersanjung.
Aku tak pernah merasakan rasa terima kasihmu atas kehadiranku di sisimu. Pergi ke kantor sedari pagi, pulang larut malam. Kamu tak pernah bertanya rindukah aku padamu. Hanya amarah yang kudapat karena kamu terlampau lelah. Bukan senyum. Bukan canda. Bukan peluk dan cium.

Sedangkan kalian, saudara, sahabat dan temanku, kemana saja kalian? Selama jiwa dan raga sehat walafiat, hanya sekali dalam dua musim kujumpa wajah-wajah kalian. Dengan banyak alasan kalian tak pernah bersilaturahim denganku. Dengan dalih rumahku jauh padahal masih dalam satu kota, karena sibuk luar biasa, maka bentuk rindu atau bertukar kabar dengan kiriman kata-kata lewat media super dahsyat bernama sms saja. SMS itu yang menggantikan peran mulut untuk berbicara dan peran telinga untuk mendengar yang sebelumnya menjadi media bertukarnya informasi.
Itulah manusia, kurang menghargai kehadiran jiwa yang ditiupkan-Nya ketika masih di kandungan bunda. Cenderung menyia-nyiakan keberadaan sesama ketika kaki mereka masih berpijak pada bumi yang sama. Waktu yang ada diremehkan. Bukannya dipergunakan sebaik-baiknya. Padahal semua tahu bahwa kapan pun setiap manusia akan berpulang, seperti makhluk Tuhan lainnya. Mereka baru sadar betapa berartinya sesuatu dalam hidupnya ketika sesuatu itu hilang darinya.
Jiwa ini berkelana. Kudapati dirimu, suamiku sibuk menulis. Dibantu penulis andal. Rupanya dirimu tengah membuat buku, berjudul In Memoir of My Lovely Wife. Kudengar batinmu berkata itu bentuk rasa kehilangan yang dalam, juga untuk mengangkat citra sebagai suami yang penyayang dan penuh kasih. Kalian juga turut menuliskan sepatah dua patah kata untuk testimonial. Penuh kata-kata cinta, merindu, serta segala bentuk puja dan puji.
Sungguh, aku terluka. Mengapa suamiku menulis buku itu ketika aku telah tiada di sisinya? Mengapa segala bentuk penghargaan dari semua datang bertubi-tubi kala jiwa ini tlah berkelana dan jasad terkubur di dalam? Buku itu sebenarnya untuk siapa? Untuk inspirasi? Aku bukan pahlawan atau tokoh penting bagi bangsa yang rakyatnya kurang rasa empati ini.
Aku bukan cenayang, yang tahu apa isi benak dan hati orang lain. Tunjukkanlah aku ini berharga bagimu dan kalian. Tak usah dengan kata bila kamu dan kalian tak mau. Kemampuan mata untuk memandangiku dengan mesra. Kemampuan bibir yang mengukir senyum. Kemampuan telinga untuk mendengar kisah, lelucon atau keluh kesah. Kemampuan tangan untuk merengkuh tubuh yang kelelahan. Peluk dan cium untuk melumerkan kegelisahan.
Seandainya aku tahu bahwa suamiku, saudaraku, para sahabat dan temanku sebegitu mencintainya, jiwa ini akan memperjuangkan kebersamaannya dengan raga. Jiwa ini akan memohon pada-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Penyembuh.

Thursday, September 29, 2011

love or be loved?


Pilih salah satu. Mencintai atau dicintai?
         
Pertanyaan yang terlontar ini tertulis di sebuah majalah gaya hidup dan ditanyakan kepada seorang selebriti perempuan terkenal seantero Indonesia Raya. Jawabannya membuat mata ini terpaku untuk sementara. Hm. Katanya, tentu saja dicintai.
            Saya kira jawaban ini hanya keluar dari mulut perempuan. Jadi mungkin berlaku jawaban standar berdasarkan gender dari sebuah pertanyaan. Akhirnya iseng juga saya memberikan pertanyaan yang sama pada seorang teman laki-laki. Hati ini berharap ia menjawab dengan kata yang sebaliknya. Karena dengan demikian kesimpulan saya benar. Tapi ternyata....jawabannya sama saja. 
            Hah. Rupanya hampir semua orang lebih ingin dicintai ketimbang mencintai, baik itu laki-laki maupun perempuan. Lalu apakah mencintai dengan tulus hanya ada pada hati seorang ibu atau ayah pada buah hatinya? Tidak pada pasangan? Tidak pada sesama?
            Sebelum pertanyaan itu terjawab, ada baiknya kita menelaah makna cinta itu sendiri. Kata cinta dibahas berkali-kali dalam Al-Qur’an. Beberapa di antaranya adalah:
1. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum/30:21).
2. “…Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah…” (Al-Baqarah/2:165).
3. “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran/3:31).
4. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang” (Maryam/19:96).

Cinta yang paling dalam
            Dari keempat ayat ini saja sudah terpapar dengan jelas bahwa letak cinta yang paling dalam justru ada pada proses mencintai. Salah satunya adalah mencintai Allah yang merupakan segalanya. Bagi yang mencintai Allah, maka sudah pasti akan dicintai-Nya. Ini sudah dijamin.
            Cara mencintai Allah adalah tentu saja dengan selalu mengingat-Nya di setiap langkah dan setiap nafas seperti yang termaktub dalam surat Ar-Ra’d ayat 28, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.  Menunaikan shalat lima waktu hanya untuk meminta pada-Nya, menunaikan zakat hanya untuk-Nya, berpuasa hanya untuk-Nya, dan bertamu ke Rumah-Nya. Bukankah ketika kita mencintai seseorang dengan tulus, wajah atau sosoknya saja yang selalu terbayang? Hal ini juga akan berlaku pada mencintai Allah dengan tulus. Hanya kasih Allah yang terbayang. Dan Allah adalah Maha Pencinta daripada yang pencinta, Maha Pengasih daripada yang pengasih, dan Maha Penyayang daripada yang penyayang. Kasih Allah jauh lebih besar ketimbang kasih yang lainnya.
            Rasa cinta pada Allah nyatanya adalah yang paling hakiki. Rasa itu yang menyirami hati dan sekujur tubuh ini yang kemudian menggerakkan panca indera untuk mencintai sesama. Jadi saya yakin apabila seseorang mencintai Tuhannya, pasti akan mencintai sesama makhluk-Nya. Karena dalam cinta, tidak ada kata benci. Dalam cinta, tidak kenal amarah.
           
Beri bukti, bukan janji
Coba bandingkan dengan sebagian besar dari kita yang ternyata lebih senang dicintai ketimbang mencintai. Dari rasa ingin dicintai saja tuntutan itu sudah tergambar. Bagaimana bisa dicinta apabila kita tidak mencinta? Bukankah setiap orang lebih ingin mendapat bukti ketimbang janji? Buktikan dulu bahwa kita mencinta. Tunjukkan senyum apabila berpapasan, tunjukkan salam apabila bertemu, tunjukkan tangan yang memberi sebelum diminta, tunjukkan sorot mata yang meneduhkan, tunjukkan telinga yang senantiasa mendengar, tunjukkan kata-kata yang keluar dari mulut yang menenangkan. Setelah bukti itu ada, pasti orang akan percaya. Orang secara otomatis akan memberi cinta. Otomatis kita dicintai.
            Tetapi bagaimana apabila orang yang diberi cinta tidak memberi cinta balik? Tak perlu marah dan kecewa. Mungkin simply karena orang itu ignorant atau ndablek atau tidak suka diberi cinta. Ingat selalu bahwa mencinta kepada siapapun akan dibalas kebaikan dari Allah. Mencintai secara tulus tidak hanya ada pada hubungan ibu atau ayah dengan buah hatinya. Tapi pada semuanya. Ingat selalu bahwa mencintai adalah sebuah energi positif yang tidak hanya menggerakkan hati seseorang untuk mencintai balik, tetapi juga menggerakkan hati semesta. Insya Allah semesta lah yang akan mencintai balik. 

Friday, September 23, 2011

waktu itulah sang guru




Only time will tell. Only time will heal.

Waktu. Sedemikian penting dan berharganya hingga hanya waktu yang dapat membuktikan kebenaran maupun yang dapat menyembuhkan luka.

Waktu tidak hanya sekadar pagi, siang, sore dan malam. Waktu tidak hanya kmarin, hari ini dan esok. Waktu tidak hanya sekadar dulu, sekarang, dan nanti. Begitu juga waktu tidaknya eight to five dan after office hours.

Kesemua itu yang manusia jalani hanyalah fisiknya. Manusia cenderung melupakan esensinya. Tanpa menyadari bahwa argometer kehidupan terus berjalan. Gurat keriput wajah, semakin lemahnya fisik karena kelelahan menjadi buktinya. Zaman yang berubah juga menjadi buktinya.

Sadarkah bahwa semakin waktu terus berjalan, umur juga terus bertambah, dan waktu kita hidup di dunia pun semakin berkurang?

Yang paling kasihan adalah mereka yang tidak pernah belajar untuk beradaptasi dengan segala perubahan di depan mata.mereka yang tidak pernah belajar dari segala cobaan yang memberatkan. Mereka yang tidak pernah belajar untuk mencari solusi dari setiap masalah. 

Padahal Allah mengajak kita untuk menghargai waktu. Ingatkah kita pada ultimatum-Nya, “Demi masa?”
Banyak cara yang dapat dipakai untuk menghargai waktu. Salah satunya adalah dengan belajar. Ingatkah sabda junjungan kita, Nabi Muhammad SAW untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina? Itulah ajakan beliau. Karena sesungguhnya, salah satu kelemahan manusia adalah cepat puas. Merasa dirinya paling pintar, paling cerdas. Padahal sudah jelas. Batas waktu untuk menuntut ilmu adalah sampai detik mengembuskan nafas terakhir.

Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban. Yang paling bermakna darinya adalah proses pencarian kebenaran yang kemudian berlabuh pada keyakinan akan kuasa-Nya. Proses inilah yang kemudian menjadi basis dari berkeyakinan. Basis untuk mempertebal keimanan. Semakin kita dekat dengan kebenaran, semakin kita merasa dekat dan mencintai-Nya, semakin yakin akan adanya tangan-tangan Tuhan yang menggerakkan, serta semakin bisa menerima kenyataan yang putih dan yang hitam, yang membahagiakan maupun yang menorah luka dan semakin ingin menyempurnakan ibadah. Itulah nafas habluminallah.

Cara lain yang sama pentingnya adalah mengaplikasikan ilmu itu sendiri. Bagaimana ilmu yang telah dipelajari itu dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun alam semesta. Apalagi sesungguhnya, sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya. Sebaik-baiknya orang adalah orang yang selalu menebarkan wajah dan hati surgawi kepada dunia, serta menularkan semangat kemanusiaan dan keadilan. Itulah nafas habluminannas.

Keduanya dijalankan secara berkesinambungan. A never ending cycle…dari waktu ke waktu. Itulah yang membuat hidup kita pun menjadi kian bermakna. Itulah inti dari kehidupan. Gunakanlah waktu dengan bijak. Karena waktu itulah sang guru.

Thursday, September 22, 2011

small, but meaningful

candles, lights,
always illuminate me.
i'm always fascinated by small things that can enlighten their surroundings.
small things with big meaning.

bertemu jodoh

Suatu hari saya pernah diminta seorang narasumber untuk bertemu dengannya di stasiun TV di daerah Kedoya, Jakarta Barat. Suatu perminta...

© the mind reads, the heart speaks
Maira Gall